Chapter 1
Chapter 1 - Awal Masuk SMK
Dimulai dari SMK. Namaku Ahmad Rafael Kurniawan. Seorang manusia biasa sama seperti kalian. Saat ini aku sedang memasuki fase perkembangan. Perkembangan untuk menjadi diriku sebagai manusia, tentu saja dalam proses perkembangan aku harus banyak belajar. Untuk itu aku melanjutkan proses belajarku ke SMK. Yaap ini adalah hari pertamaku masuk SMK. Sebenarnya aku ingin masuk SMA tetapi mamaku melarang karena SMA sangat jauh dari rumah dan beliau juga khawatir akan ada tawuran di tengah perjalanan. Akhirnya aku menurut kata mamaku dan memulai persiapan untuk pergi ke SMK.
Aku juga memiliki seorang adik laki-laki Muhammad Akbar Kurniawan yang masih duduk disekolah dasar kelas 4. Dia itu kalau minta sesuatu harus diturutin, kalau enggak bisa nangis. Tapi aku yakin suatu saat sifatnya bisa berubah. Dan tentunya kedua Orang Tuaku Hendra Kurniawan dan Sri Astuti. Aku sangat berterimakasih kepada Tuhan yang telah menciptakanku dan kemudian menitipkannya di keluarga ini. Walaupun keluarga kami kaya, tapi ayah mengajarkan kami semua untuk tidak boros dan selalu bersikap rendah diri. Setiap bulan Ramadhan tiba, kami seringkali mengundang anak-anak dari panti asuhan maupun anak jalanan untuk memberikan sedikit rezeki dan berbuka puasa serta tarawih bersama.
Pagi ini aku benar-benar direpotkan oleh diriku sendiri yang tak tahu harus membawa apa dihari pertama sekolah. Sambil memegang pinggang aku melangkah bolak-balik didepan tempat tidurku, tiba-tiba “Toktoktok” terdengar suara ketukan pintu kamarku yang entah siapa mengetuknya, spontan aku mengatakan“Who is That ?” kenapa who is that yang keluar ? Aku sendiri bingung, mungkin karena faktor kepanikanku atau apalah itu.
“Is Dead ? Den, Aden jangan bunuh diri. Buka Den buka pintunya” ternyata Bi Itoh.
‘Pasti salah arti ini Bibi’ batinku yang masih berdiri kebingungan “Lho Bi Itoh, siapa yang mau bunuh diri Bi ? Pasti Bibi salah denger niih. Aku lagi beresin buat kesekolah, oiyaa kenapa Bi ?” tanyaku sambil membuka pintu yang langsung membuat Bi Itoh menghela nafas lega.
“Saya fikir Den Rafael mau bunuh diri, maaf Den sarapannya sudah siap dibawah, sudah ditunggu sama Nyonya dan Aden Akbar” ucap Bi Itoh sambil menundukkan kepala.
“Bibi ga perlu minta maaf, lagian aku yang keceplosan ko tadi. Bilang sama mama sepuluh menit lagi aku turun yaa, terimakasih Bi” kata Aku yang langsung kembali kekamar.
Pembantu rumah namanya Marsitoh, biasa dipanggil Bi Itoh. Walaupun sudah berumur di atas 67th tapi semangatnya seperti orang yang masih muda, Bi Itoh hanya mempunyai seorang anak perempuan yang dulunya teman mamaku waktu disekolah dan Bi Itoh sekarang sudah memiliki dua orang cucu, dulu anak dan cucunya sering berkunjung kemari tapi sudah tidak pernah lagi karena sekarang mereka menetap disurabaya. Cucunya seumuran denganku dan Akbar. Sampai saat ini aku masih ingat namanya sementara wajahnya tidak, bukan karena aku ingin melupakan pertemanan kami, tapi setiap orang kalau sudah besar pasti wajahnya berubah kaan heheeh.
Berhubung kamarku ada dilantai dua jadi aku berjalan menuruni anak tangga sambil menjinjing tas yang masih terbuka restletingnya, untuk menghampiri mama dan adikku yang sudah menanti kedatanganku dimeja makan. Kulihat adikku cemberut karena kedatanganku yang bisa dibilang sedikit terlambat kalau menurutku. Sesampainya di meja makan langsung saja mama menanyakan apa yang ada didalam tasku “Kamu bawa apa aja ? Ko kayanya berat banget, sini coba Mama liat” beberapa menit kemudian... “Masyaallah Raf, kamu ngapain bawa buku pelajaran smp gini banyak banget ? Kamu kan sudah SMK bukan masih SMP lagi” ucap Mama yang mengeluarkan semua buku SMP-ku.
“Abisan aku bingung Mah apa yang harus dibawa”
“Jadi kamu daritadi lama beresin ini semua ? Huuh sini mama kasih tau, kamu itu cuma perlu bawa satu buku tulis, pulpen, pensil, tip-ex dan penghapus. Naah ini semua kamu rapikan lagi sana”
“Tapi mah waktunya ga akan cukup kalau aku rapiin lagi kaya semula. Liat tuh Akbar udah merengut heheh”
“Yaudah kamu cepet abisin sarapan, nanti biar mama sama bibi aja yang ngerapihin”
“Cepetan Kak, ntar aku terlambat sekolah”
Tidak sampai 10 menit sarapanku telah habis, biasanya bisa sampai 15 menitan tapi ini karena faktor tekanan dari adikku yang cerewet minta cepetan jadinya kutelen semua ga pakai dikunyah. Alhasil mulutku mengembung akibat terlalu banyak memasukkan makanan dan adikku yang melihat itu langsung tertawa terbahak-bahak. ‘Awas nanti kubalas kamu Bar’ batinku mengutarakan kekesalan akibat ledekan Akbar “Aku udah selesai Mah, udah minum juga dan udah siap semua” “Duduk dulu tiga menit supaya makanannya turun Raf” “Mama nanti aku terlambat” rengek Akbar yang benar-benar sudah siap daritadi.
Didepan rumah ternyata Pak Joseph sudah siap mengantar kami
“Kalian nanti di antar samaPak Joseph”
“Mah sekolah aku kan deket jadi ga perlu di anter, biar naik sepeda aja. Daaah assalamualaikum” ucapku yang langsung menggowes sepeda menuju sekolah.
“Kakaaaak menyebalkan, bilang dari tadi supaya aku ga nungguin” ucap Akbar dengan nada kesal “Waalaikumsalam, udah kamu sana masuk mobil nanti terlambat beneran lho, Pak Joseph hati-hati ya” “Baik Nyonya, dulu Den Rafael lebih memilih di anter” ucap Pak Joseph.
Supir dirumahku Pak Joseph, beliau satu-satunya orang Kristen dirumah ini. Walaupun begitu beliau terlihat taat kepada agamanya karena setiap minggu beliau selalu minta izin untuk kegereja. Padahal masih banyak orang Islam disana yang pengangguran dan memiliki bakat yang sama. Alasan ayahku tidak memilih berdasarkan agama atau dari mana mereka berasal adalah karena rasa kepercayaan. Oleh karena itu kami sekeluarga mempercayai apa yang dipercaya Ayah.
“Akhirnya aku sampai juga disekolah, untung tadi ga dianter sama Pak Joseph, coba kalau di anterin pasti ga bakalan muat dan udah pasti nanti Akbar bakal terlambat karena halaman sekolahcuma muat untuk lima mobil dan mereka yang di anterin juga hanya bisa turun di depan gerbang sekolah, sudah gitu lumayan macet juga jalanan sekitar sini.Kebanyakan dari mereka membawa motor sendiri dan sepertinya hanyaaku saja yang mengendarai sepeda, tapi biarlah namanya juga murid baru”. Setelah aku mengunci sepeda, aku mulai beranjak untuk menuju ruang kepala sekolah, tiba-tiba ada seorang siswi yang mengendarai sepeda juga dan sepertinyaaku mengenal dia.
“Kamu ? Ahmad Rafael yaa ?” tanya murid tersebut padaku.
Aku yang juga sempat mengenalnya langsung merespon “I-Indri ? Kamu sekolah disini juga ?” ternyata Indri teman sekolahku. Dari Sekolah Dasar, SMP kemudian sekarang kami selalu satu sekolah. Tidakku sangka ini kali pertama aku berbicara langsung dengannya setelah sembilan tahun disekolah yang sama, dia terlihat cantik kalau lebih dekat, selama ini aku tidak terlalu memperhatikannya.
‘Awalku melihat kuyakin ini bukanlah yang biasa, mengagumkan melemahkan Aku melihat tatap mataku. Garis tanganku waktu berhenti apabila kumemandangku, mengagumkan melemahkan Aku melihat tatap mataku.’
|
Kata hatiku bernyanyi untuknya, tetapi mulutku tak bisa mengucapkannya.
“Rafael, kamu mau kemana ? Ditanya juga malah bengong” ucapnya yang membangunkan khayalanku
“Ta-tadi aku mau keruang Kepala Sekolah, abis bingung ruang kelasnya yang mana hhehe” aku dibuat salah tingkah akibat senyumnya, entah apa lagi yang nanti kudapatkan.
Kemudian sambil menunjuk dikeramaian, ia memberitahu detailnya “Hm jadi gini, kita semua disuruh kumpul disana. Kamu liat ada empat kelas kosong kaan dilantai dasar ? Naah kita semua murid baru bebas masuk ke kelas mana, setelah itu baru di adakan pembagian kelas menurut hasil nilainya, nanti kita semua dites dulu untuk menentukan kecocokan kita terhadap kejuruan yang dituju, paham ga Ahmad Rafael ?”
“Oooh gitu, ko kamu tau banyak sama sekolah ini ?”
“Kamu ga tau yaa, Kakak aku kan sekolah disini, ayo Raf cepet” ucap Indri sambil menggandeng tanganku dan seketika jantungku berdetak sangat cepat,lagi ?Aku bertanya pada diri sendiri, mustahil hanya sekali mengobrol aku langsung jatuh cinta padanya. Sekali lagi akankupastikan ini.
“Ayo-ayo semuanya masuk kelas” ucap seorang pria dewasa di belakang mereka
“Ii-iyaa Pak” jawab seluruh murid yang memakai baju SMP
“Tuhhkan udah disuruh masuk tuuh Raf, kamu seruangan sama aku aja”
“Iyaa deh”
Didalam Kelas seperti biasanya semua sangat berisik padahal belum begitu kenal satu sama lain. Walaupun aku duduk disamping Indri tapi tetap saja aku masih merasa asing dengannya. Bagaimana tidak, kami baru pertama kali mengobrol.Padahal sudah satu sekolah dari SD, tapi aku enggan untuk mengobrol. Jujur saja aku sangat jarang mengobrol dengan perempuan, paling kalau ada tugas, itu juga cuma sepatah atau dua kata saja.Saat aku sedang menghela nafas panjang, aku merasaada yang sedang memperhatikan kami, mungkin karena aku duduk di samping perempuan cantik. Yaa semoga saja tak ada yang merasa cemburu melihat kami. Padahal aku dan Indri hanya diam saja dari tadi, entah kenapa aku takut untuk memulai pembicaraan. Sempat terpikir untuk berpindah tempat duduk, tapi kuurungkan. Tidak enak bila aku yang langsung beranjak pindah, karena tadi dia yang memintaku untuk duduk disebelahnya. Kami duduk di kolom terakhir baris kedua. Indri berada dipojok sedangkan aku disampingnya, seperti sedang menjaganya entah dari apa.
Pak Guru yang tadi menyuruh kami masuk, sudah masuk kekelas yang kami tempati disertai Guru Perempuan dan dua muridnya(laki-laki dan perempuan). Pak Guru yang tadi mulai memperkenalkan dirinya, ternyata beliau adalah Kepala Sekolah. Guru perempuan yang disampingnya Pembina OSIS. Sementara murid yang memakai seragam sekolah adalah kakak kelasku sekaligus Ketua dan Wakil OSIS(laki-laki sebagai ketua, sementara perempuan wakilnya). Mereka memberikan penjelasan tentang cara memilih jurusan disekolah. Setelah mendengarkan dengan seksama, ternyata benar yang dikatakan Indri, tapi yang membuatku bingung kenapa soal-soal latihan hanya ada 10 ? dan lebih terkejut lagi saat aku membaca soal satu persatu. Ternyata semuanya adalah soal matematika. Aku heran kenapa diberi soal matematika, sudah gitu sepertinya mudah semua. Pasti nanti yang lain menjawabnya dengan benar, aku yakin itu.
“Ssst Raf, udah cepetan kamu kerjain. Tapi jangan dikumpulkan dulu” bisik Indri
“Lho ko jangan dikumpulin ?”
“Sst jangan keras-keras, udah ikutin aja saranku”
Aku bingung kenapa ga langsung dikumpulin kalau sudah selesai, bukannya selesai pertama lebih bagus ya. Kalau selesai belakangan nanti aku malah ga masuk jurusan Akuntansi. Padahal itu jurusan yang aku mau. Tapi kenapa ? Kenapa Indri menyuruhku untuk selesai belakangan. Apa maksud dia sebenarnya.
Sudah hampir setengah jam kami semua mengerjakan soal. Kami diberi waktu satu jam setengah. Masih lama sekali waktunya, tapi aku sudah hampir selesai. Dua murid maju bersamaan, sepertinya mereka sudah selesai. Saat aku akan menyerahkan jawabanku kedepan tiba-tiba tangan Indri memegang tanganku dan menyuruhku untuk duduk sambil berbisik “Sabar Raf, nanti kalau sudah tinggal lima orang baru kita maju”
“Tapi In, kalau ga dikumpulin duluan aku ga akan masuk Akuntansi”
“Hehehehh”
“Kenapa ketawa, kamu ga seneng kalau aku masuk jurusan Akuntansi, pasti kamu mau ngejebak aku kan supaya bisa masuk jurusan Perkantoran bareng kamu”
“Jangan suudzan Raf, kamu percaya aja sama aku. Aku tau orang sepintar kamu pasti bakal ngambil jurusan Akuntansi”
“Kalau sudah tau kenapa melarangku, kamu sendiri juga pintarkan. Malah selalu peringkat satu waktu di SD. Kenapa kamu malah ngambil jurusan Perkantoran sih”
“Ssst udah kamu diam aja. Kita lita nanti apa yang akan terjadi”
Dalam perdebatan kecil itu aku kalah, aku jadi menurut ucapannya. Setelah tinggal enam orang, Indri berdiri dan mengajakku untuk menyerahkan jawabannya didepan, kemudian dia memeluk tanganku sambil keluar kelas ~Bluuussh~ Kepala Sekolah, Guru pembina OSIS, kakak kelas dan sisa murid baru yang masih didalam kelas melihat kami. Apa pula yang dia lakukan. Seperti dunia miliknya sendiri. Setelah memerintahku kemudian memeluk tanganku. Ya Allah, padahal semalam aku tak bermimpi apa-apa. Tidurku susah karena memikirkan hari ini dan ternyata inilah kegelisahanku semalam. Seakan bertemu bidadari.
Indri masih memeluk erat tanganku menuju kemana aku sendiri tak tahu. Kembali, hampir semua murid yang ada di sekolah memandang kami. Ada yang menyiul, ada yang mengatakan ciiee-ciee, atau mungkin ada juga yang cemburu melihat kami. Seperti sedang berada di sebuah pesta yang terkejut melihat pangeran dan putri, ia putrinya dan aku pangerannya. Saat aku memalingkan wajah kelapangan, ada bola yang melayang menuju arah kami. Indri yang tau itu hanya menjerit ketakutan dan memelukku, padahal cuma bola plastik. Sementara aku yang memang sering bermain sepak bola, langsung menangkap bola itu dengan satu tangan sambil terus berjalan seperti tokoh dalam film Tsubasa (Wakabayashi Genzo).
“Wuiiihh enak niih” celetuk seseorang dari atas
“Gerakannya tepat” gumam seorang lain
“Baru sehari gayanya udah songong itu bocah, liat aja ntar. Bakalan gua rebut itu cewenya” gerutu seorang disampingnya
“Suuiit suiitt”
“Pemandangan yang menarik, seberapa bagus dia kalau dilapangan”
Dari lantai dasar, dua dan tiga benar-benar terpanah melihat kami. Aku tak terlalu mempedulikan mereka yang mencibirku atau menggodaku. Sementara bola masih berada ditanganku. Saat ingin melemparkannya kembali kelapangan, seseorang datang mendatangiku. Kalau dilihat dari seragamnya pasti murid kelas satu juga.
“Sorry bro tadi gue yang nendang, kalian gapapa kan ?”
“Ehh kalau nendang hati-hati dong, hampir aja kena kita tau” omel Indri sambil mendorongnya
“Sst udah In, ga enak diliatin” bisikku pada Indri “Iya kami gapapa ko, niih bolanya” ucapku yang memberikan bola
“Sekali lagi sorry yee, gue bener-bener ga sengaja. Oiya kalian anak baru juga kan, kenalin gue Didit Atmajaya, setelah huruf m dan a ada huruf d, kalau ditulis D I D I T spasi A T M A D J A J A”
“Jadinya Jaja apa Jaya ?” tanyaku yang meledek
“Bodo, udah ayo Raf” sambil menjulurkan lidahnya ke Didit, Indri kembali menggandengku
“Nama gue Rafael, ntar kita lanjut lagi. Sory gue tinggal”
“Udah Raf jangan diladenin”
“Udah dong Indri, dia kan udah minta maaf juga. Ngomong-ngomong kenapa tadi kamu nyuruh aku ngumpulin belakangan ? Terus apa kamu ga keberatan kaya gini ?” tanyaku bertubi-tubi pada Indri
“Jadi kamu keberatan Raf, aku gandeng kaya begini ? Yaudah kalau gitu aku lepas”
“Iih aku kan cuma nanya aja In, aku kirain kamu itu pendiem, eeh ga taunya..”
“Ga taunya apa Raf ?” ucap Indri sambil memicingkan matanya “Aku kaya gini supaya ga ada yang godain Raf, soalnya kakak-kakak kelas disini pada ganjen. Makanya aku milih kamu yang emang udah kenal hehhee” lanjut Indri membisikan padaku.
“Ntar aku ga bisa dapet pacar dong In, kalau kaya gini”
“Kakak kelas perempuan juga ganjen Raf, bukan cowo doang. Apa aku kurang cantik Raf ?”
~Blussh~ ucapan Indri seakan membuat jantungku benar-benar berdetak cepat, very very fast. Aku dibuatnya tak sadarkan diri dalam kurun waktu beberapa menit. Sampai tangan halusnya menyentuh pipiku.
“Raf, kamu kenapa ?”
“Ahh eh eng-enggak In, tadi kamu nanya apa ?”
“Aku ga nanya apa-apa Raf, kamu mau makan apa ?”
“Makan ?”
“Iya makan, kita dikantin mau ngapain kalau bukan makan”
“Di kantin ? Oh iya, aku sama kamu deh” pikiranku mendadak kacau dibuat olehnya
“Maksudnya sama aku gimana ?”
“Iya iya makanannya”
Dikantin kami tak banyak mengobrol, tapi setidaknya aku tahu sedikit tentang Indri. Fatimah Indri Ningsih lengkapnya. Dia anak sulung dari tiga bersaudara. Kakaknya yang kedua sekolah disini, Muhammad Indrayanto, jadi dia tahu banyak tentang konsep-konsep disini. Sementara kakak yang pertama mengambil kuliah di Australia, Azzahra Arianingsih. Umur mereka masing-masing terpaut dua tahun. Dia kemudian menceritakan alasan berangkat menggunakan sepeda. Ternyata dia melihatku saat pagi menaiki sepeda, jadi dia mengikutiku dengan menaiki sepeda juga. Awalnya dia memang ingin naik sepeda, tapi karena diberitahu kakaknya bahwa tidak ada yang pergi kesekolah menaiki sepeda akhirnya dia tidak jadi, lalu saat ingin membonceng motor kakaknya, dia melihatku dan bergegas mengambil sepeda.
Aku masih ingin bertanya, kenapa menyuruhku mengumpulkan belakangan. Tapi sudah tak ada waktu. Kami kembali masuk kelas untuk menerima arahan dari Pembina OSIS dan kakak-kakak OSIS mengenai atribut-atribut yang akan dipakai saat MOS. Seperti saat SMP, macam-macam yang diinginkan senior, dari topeng bola sampai membawa dot untuk bayi. Ini sama saja mengerjai junior. Apakah seperti ini cara memperlakukan junior ? Ingin aku tanyakan pada senior dan pembina OSIS, tapi tak jadi karena aku sudah hampir membuat heboh satu kelas, bahkan mungkin satu sekolah.
Jam pulang sekolah berbunyi, aku dan Indri pulang bersama menaiki sepeda. Didepan gerbang hampir semua mata tertuju padaku dan Indri, kami memang terlihat seperti sepasang kekasih, tapi aku yakin diantara beberapa orang ada yang tidak suka melihat kami. Ya karena Indri memang cantik dan postur tubuhnya ideal diusianya saat ini.
Ditengah perjalanan pulang tentu saja kami mengobrol dan dia menceritakan detailnya kenapa menyuruhku mengumpulkan belakangan. Disekolah tersebut yang paling diutamakan adalah ketepatan dan ketelitian, jadi masalah kecepatan urutan belakangan. Untung saja tadi aku menurut katanya. Beruntung juga aku hari ini. Selain bisa berkenalan dan mengobrol dengannya, aku juga tahu tentang sekolah yang aku masuki.
Comments